Rabu, 02 April 2014

Ahok Gandeng Perusahaan Jerman Bersihkan Tugu Monas

JAKARTA, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berencana membersihkan tugu Monumen Nasional (Monas) pada 5-18 Mei 2014. Pembersihan tersebut akan melibatkan perusahaan pembersih asal Jerman, Kaercher.

"Jadi, Monas dibangun pada 1961 dan dibersihkan tahun 1992. Ini sudah 22 tahun tidak dibersihkan. Kita ingin promosi Monas dan Kaercher ingin promosi produk," kata Basuki saat acara penandatanganan peresmian kegiatan Kaercher Cleans Monas di Balaikota Jakarta, Rabu (2/4/2014). 

Kaercher, kata Basuki, merupakan perusahaan pembersih yang telah membersihkan lebih dari 80 monumen terkenal di dunia, seperti Basilika Santo Petrus di Vatikan (1998), Gunung Rushmore di Amerika Serikat (2005), dan London Eye (2013). 

Pembersihan Tugu Monas, kata dia, akan dilakukan oleh 30 tenaga ahli dan teknisi berpengalaman dari Indonesia dan Jerman. Pembersihan akan difokuskan pada bagian tiang tugu dan cawan. Selama dua pekan kegiatan tersebut, operasional Monas akan berjalan seperti biasa. 

"Nanti, foto Monas waktu dibersihkan oleh Kaercher tersebar di seluruh dunia. Di Jakarta sendiri masih banyak situs sejarah yang belum dibersihkan. Jadi, kita harap ada yang iri hati dengan Kraecher sehingga mereka mau melakukan kegiatan yang sama," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu. 

Ahok mengatakan memiliki alasan khusus kenapa ia memilih perusahaan pembersih asal luar negeri. Menurutnya, Monas adalah lambang kebanggaan bangsa Indonesia yang harus diperlakukan khusus. 

"Kami tidak mau menguji coba pembersihan Monas kepada perusahaan yang tidak memiliki pengalaman karena Monas itu milik nasional," ujarnya.

Sumber : Kompas, Rabu 2 April 2014

“Cabe–Cabean” Menyebar ke Anak SD


JAKARTA, KOMPAS — Fenomena "cabe-cabean" yang marak di kalangan remaja dapat merusak generasi yang lebih muda. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai bahwa fenomena ini sudah berpotensi memberikan pengaruh buruk kepada murid-murid sekolah dasar. 

“KPAI pernah terima pengaduan tindak asusila, yang ngelakuinanak SD,” kata Erlinda, Sekretaris KPAI, Rabu (2/3/2014). 

Menurut Erlinda, KPAI telah menerima aduan mengenai tindakan asusila yang dilakukan seorang anak beberapa waktu lalu. Anak tersebut merupakan bocah laki-laki yang masih bersekolah di bangku kelas V SD. Bocah tersebut telah memerkosa temannya yang juga merupakan murid SD. 

Erlinda mengatakan, setelah berdialog dengan KPAI, bocah SD tersebut diketahui kerap mengakses film dewasa melalui internet. Selain itu, gambar-gambar perempuan berbaju minim juga dapat dengan mudah dikonsumsinya dari tayangan televisi di rumah. Hal ini membuat bocah SD ini harus menunda sekolahnya beberapa semester untuk menghindari tekanan psikologis yang akan dihadapinya dari teman-teman dan lingkungan sekitar. 

Anak yang mengadopsi perilaku dari lingkungan sekitar menjadi berbahaya bilamana keluarga tak dapat mengajarkan budi pekerti. Hal ini terkait dengan fenomena "cabe-cabean" di lingkungan sekitar yang menyebar secara cepat dan akhirnya diadopsi oleh anak SD. 

Menurut Erlinda, pola asuh yang ditanamkan orangtua merupakan hal dasar yang menjadi benteng kekuatan anak. Pemberian pendidikan karakter dan agama yang baik menjadikan anak tak mudah goyah pendiriannya dalam mengikuti nilai-nilai yang baik dan benar. 

Fenomena "cabe-cabean" telah muncul di Indonesia sejak tahun 2000. Pada tahun tersebut mulai muncul beberapa pengaduan kepada KPAI mengenai pekerja seks komersial yang berada pada usia anak. Para pekerja tersebut masih berstatus sebagai murid sejumlah SMA. Namun, setelah sepuluh tahun berlalu, fenomena ini telah meluas ke tingkat sekolah menengah pertama.

Sumber : Kompas, Rabu 2 April 2014

Kampanye PKS di Jakarta Paling Banyak Langgar Aturan


JAKARTA, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta menyatakan, alat peraga kampanye Partai Keadilan Sejahtera (PKS) paling banyak melanggar aturan di wilayah Jakarta. Sepanjang Januari hingga Maret 2014 sebanyak 7.128 buah alat peraga PKS dinilai melanggar dan ditertibkan satuan polisi pamong praja (Satpol PP). 
"Berdasarkan rekapitulasi alat peraga kampanye parpol se-DKI Jakarta selama Januari sampai Maret 2014, peraga PKS mencapai 7.128 yang kami rekomendasikan untuk ditertibkan," ujar Anggota Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri di Hotel Milennium, Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2014). 

Ia mengatakan, alat peraga PKS yang paling banyak diteribkan adalah bendera parpol. Ada 4.075 bendera PKS yang ditertibkan dalam waktu tiga bulan. Selain PKS, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga banyak melakukan pelanggaran administrasi terkait alat peraga kampanyenya. Tercatat ada 6.542 kasus pelanggaran yang direkomendasi Bawaslu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk dicopot.

Sama halnya dengan PKS, bendera PDI-P adalah peraga yang paling banyak melanggar aturan, yaitu sebanyak 3.467 bendera. Di peringkat ketiga, Partai Demokrat dengan 6.094 pelanggaran adminsitrasi. Kemudian disusul Partai Hanura dengan 6.008 pelanggaran, dan Partai Golkar dengan 5.380 kasus.
 

Selanjutnya, ada Partai Gerindra dan Partai Persatuan pembangunan (PPP) masing-masing dengan 3.622 dan 3.573 pelanggaran. Lalu, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan 3.502, 2.810 dan 1.569 pelanggaran. Di peringkat ke-11 dan 12 ada Partai Keadilan Bangsa (PKB) dan Partai Bulan Bintang (PBB) dengan 1.089 dan 765 pelanggaran. 

Sumber : Kompas, Rabu 2 April 2014


Rendah, Harapan Publik terhadap Pemilu


JAKARTA, Harapan publik terhadap penyelenggaraan pemilihan umum tergolong rendah. Ada keraguan bahwa pemilu akan membawa Indonesia pada keadaan yang lebih baik. Hal itu terekam dari survei yang dilakukan Pusat Data Bersatu (PDB) medio 7-14 Maret 2014. 

"Kami ingin mengukur tingkat ekspektasi publik terhadap pemilu. Kami menanyakan apakah Saudara yakin pemilu tahun ini akan membuat dampak positif terhadap kondisi politik?" jelas peneliti PDB Agus Herta Sumarto saat memaparkan hasil surveinya, Rabu (2/4/2014), di Jakarta. 

Hasilnya, 50,9 persen responden yakin pemilu akan membawa dampak positif bagi kondisi politik Indonesia. Sebanyak 30,6 persen menjawab kondisi politik akan berubah lebih baik karena pemilu. Sementara, 18,5 persen lainnya menjawab tidak tahu. 
"Banyak sekali masyarakat yang pesimis, kalau kita gabungkan yang menjawab tidak akan berdampak postif dengan yang tidak tahu, maka jumlahnya sudah 49,1 persen," kata Agus. 

Survei juga mengukur harapan publik terhadap pemilu dalam hal perbaikan ekonomi. Hasilnya, hanya 54,8 persen responden yang optimis kondisi ekonomi akan lebih baik karena pemilu. 29,3 persen pesimis pemilu bisa membuat ekonomi lebih baik. 15,9 persen lainnya menjawab tidak tahu.
 

"Kalau aspek ekonomi sedikit lebih baik dibanding aspek politik. Mungkin mereka berpikir siapapun presidennya sistem ekonomi tetap bisa berjalan," ujar Agus.
 

Masyarakat juga tidak yakin pemilu 2014 akan membuat penegakan hukum di Indonesia menjadi lebih baik. Kurang dari setengah responden atau 48,5 persen yang yakin pemilu akan memperbaiki kondisi hukum di Indonesia. Sebanyak 35,6 persen pesimis penegakan hukum akan berubah pasca pemilu. Sisanya, sebanyak 15,6 persen mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.
 

"Mungkin melihat fenomena kasus korupsi selama ini, mereka berpikir siapapun Presidennya nanti, korupsi akan tetap terjadi," katanya.

Survei ini dilakukan pada 7-14 Maret 2014, sebelum Jokowi dideklarasikan sebagai bakal capres PDI-P. Wawancara dilakukan melalui telepon dengan dipilih secara acak. Jumlah sampel sebanyak 1500 responden di 33 provinsi atau 170 kota besar di seluruh Indonesia. Margin of Error kurang lebih 2,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dibiayai oleh PDB sendiri.

Sumber : Kompas, Rabu 2 April 2014


"Cuma di Indonesia, Infrastruktur di-Bansos-kan"


JAKARTA, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eva Kusuma Sundari mengkritik kebijakan anggaran selama ini yang hanya didasarkan pada kebutuhan politik, bukan kebutuhan rakyat. Salah satunya, kata dia, adalah anggaran bantuan sosial yang kerap dimanfaatkan politisi untuk kepentingan pemilu.

"Cuma di Indonesia, infrastuktur kok di-bansos-kan. Pembangunan jalan, pengairan itu seharusnya tidak dibagi politisi. Kalau di sini, petarungnya menang ya infrastrukturnya bagus," kata anggota Komisi III DPR ini, di Jakarta, Rabu (2/4/2014). 

Eva mengeluhkan para politisi, termasuk para menteri yang mencalonkan diri sebagai legislatif, yang membawa program populis berasal dari APBN ke daerah pemilihan masing-masing. Mereka, kata Eva, mengklaim program itu sebagai kerja kerasnya sendiri.

"Jadi
 incumbent kalo enggak menang 'terlalu', wong dibiayai pemerintah kok (kampanyenya)," ujar dia. 

Pangkal persoalan tersebut, menurut Eva, berada pada politik anggaran. Ia meminta ke depannya, sistem penganggaran negara tidak lagi berdasarkan negosiasi dan uang gelap, tapi berdasarkan kebutuhan ekonomi tiap daerah.



"Komisi yang paling enak itu ya misalnya peternakan (Komisi IV) .Mereka bisa bawa itu semua ke dapil mereka. Saya ditanya Mbak Eva bawa apa? Wong saya dari komisi hukum. Saya suka mengemis ke teman-teman Komisi IV, tapi kalo menjelang pileg, pada pelit semua," kata Eva. 


Sumber : Kompas, Rabu 2 April 2014

Menjamin Hak Anda untuk Memilih


JAKARTA, KPU senantiasa menjamin, melindungi hak politik, dan hak setiap warga negara untuk menyampaikan suaranya dalam Pemilu 2014. Bagi yang belum terdaftar dalam DPT Pemilu 2014, KPU tetap memfasilitasi setiap warga agar dapat menggunakan hak pilihnya.
Anda WNI telah berusia 17 tahun yang sudah/pernah menikah, tidak bekerja sebagai Polisi/TNI namun belum masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum (Pemilu) 2014? Jangan khawatir. KPU memberi kesempatan pada setiap warga negara untuk memberikan suaranya pada pesta demokrasi Pemilu 2014 melalui Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). 
Untuk masuk dalam DPKTb, pemilih cukup mendatangi TPS sesuai dengan alamat yang terdapat di kartu identitas. Kartu identitas yang dibawa bisa berupa KTP/ kartu keluarga/ passport/ identitas kependudukan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada hari pencoblosan, kemudian menunjukkan kartu identitasnya kepada petugas PPS.
Setelah masuk dalam DPKTb, pemilih akan mendapat giliran mencoblos pada waktu satu jam sebelum TPS ditutup. Hal ini dengan catatan apabila kertas suara pada TPS tersebut mencukupi. Jika diperkirakan kertas suara kurang, maka petugas PPS akan mengarahkan pemilih untuk melakukan pencoblosan di TPS lain, yang berdekatan.
Bagaimana jika Anda tidak dapat memilih di TPS asal pada saat hari pencoblosan atau jika Anda seorang perantau? Tenang, Anda masih dapat menggunakan hak pilih. Anda hanya perlu mendatangi PPS asal. PPS akan menandai Anda sebagai pindah memilih ke TPS lain dan memberikan Anda formulir A5. Dengan menyerahkan formulir tersebut kepada PPS tujuan paling lambat tiga (3) hari sebelum pemungutan suara, Anda akan didaftarkan dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan dapat memilih di TPS tujuan/lain.
Lalu, bagaimana jika Anda tidak dapat mendatangi PPS asal? Anda masih dapat terdaftar dalam DPTb. Anda hanya perlu mendatangi KPU Kabupaten/Kota tujuan dengan membawa identitas diri untuk diperiksa dan mendapatkan formulir A5. Selanjutnya Anda dapat mendaftarkan diri ke PPS tujuan menggunakan formulir A5 tersebut dan PPS tujuan akan mendaftarkan Anda dalam DPTb di TPS tujuan. Prosedur ini dapat dilakukan hingga H – 10 sebelum pemungutan suara.
Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan hak pilih Anda. Ayo memilih untuk Indonesia.

Sumber : Kompas, Rabu 2 April 2014